GINGIVOSTOMATITIS HERPETIKA PRIMER PADA ANAK-ANAK DAN ORANG DEWASA
(Disadur dari: Serban Tovaru, DMD, PhD, Loanina Parlatescu, DMD, Mihaela Tovaru, DMD, PhD, Lucia Cionca, MD, PhD.)
Tujuan: Untuk menyelidiki apakah onset gingivostomatitis herpetika primer (PHG) meningkat pada usia dewasa dan membandingkan karakteristik klinis PHG antara anak-anak dan orang dewasa.
Bahan dan Cara: Meninjau kembali grafik pasien yang didiagnosis PHG di klinik penyakit mulut di Bucharest, Rumania, selama periode 10-tahun. Diagnosis didasarkan pada riwayat, data klinis, dan pemeriksaan laboratorium (sitologi Tzanck, polymerase chain reaction (PCR), atau imunofluoresensi. Penelitian ini melibatkan tujuh puluh tiga kasus (38 perempuan, 35 laki-laki). Rentang usia antara 22 bulan hingga 53 tahun, dengan rata-rata usia 18,6 tahun. Semua pasien sehat tanpa kecurigaan infeksi HIV atau imunodefisiensi.
Hasil: Hampir 48% (47,94%) dari seluruh sampel adalah kelompok dewasa muda. Gejala umum (demam, malaise, dan limfadenopati) muncul pada anak-anak dan orang dewasa. Daerah yang paling terlibat adalah gingiva, perbatasan vermilion, dan lidah. Tidak ada perbedaan dalam tingkat lesi yang diamati antara anak-anak dan orang dewasa. Inflamasi berupa gingivitis dan faringotonsilitis lebih sering pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa meskipun frekuensi mereka lebih sedikit dari yang diperkirakan.
Kesimpulan: PHG lebih sering terjadi pada usia dewasa muda daripada anak-anak. Tidak adaperbedaan yang signifikan antara anak-anak dan orang dewasa di tingkat keparahan infeksi diamati. Sebagian besar pasien yang menunjukkan lesi yang meluas.
Kata kunci: gingivostomatitis, mukosa oral, herpes primer
============================================================================== Read the rest of this entry »
Ceracau Daisi
Tentang daisi
Yang hidup dalam semak
Mungkin itu
Andai mentari tetap berselimut awan
Dan daisi hidup dalam rimba
Ia hanya akan jumpai bayang-bayang
Tentu..
tentulah tak kan merekah
Sayang.. udara begitu sejuk terasa
Langit pun begitu cerah merona
Tutupi daisi dengan kelopak matahari atau dengan belukar ini,
mungkin begitu inginnya
Biar matahari yang mengikuti sinarnya
Dan daisiku hanya berharap
Tuhan yang kan bertitah pada mentari
Dasar daisi dalam rimba, dasar daisi dalam belukar
Daisi, lagi-lagi daisi
Belukar yang menutupi
Tak sebesar matahari
Tak pernah disadari
Sebab rumput tak lebih dari
Andai..
Andai mata mampu memahami
Untaian dari gurunda
Sebab mentari kita bersinar sama
Maka kita tidak berbeda
Karena darah kita sama merah
Maka nurani kita tidak berkata beda
Karena kita datang dari Tuhan yang sama
Maka kemanusiaan kita tidaklah beda
Yakinlah kita di bawah rembulan yang sama
Mentari kita bersinar sama
Maka kita tidak berbeda
Karena darah kita sama merah
Maka nurani kita tidak berkata beda..
Catatan:
Puisi ini dibuat oleh seorang guru yang sangat kagumi di SMA saya, Ibu Widya Grantina. Terus terang, darah saya berdesir ketika beliau mendeklamasikan puisi ini di acara Teacher award di sekolah kami. Sejak itu, puisi ini menjadi salah satu bahan renungan saya dalam beberapa waktu.
Beberapa bagian dari puisi ini ada yang tertinggal. Mudah-mudahan suatu hari nanti ibu membaca posting-an saya ini.. dan berkenan untuk mempublikasikan versi lengkapnya… terutama bagian yang memuat “Ketika air mataku telah bersatu dalam samudera, kau…” sebab ujung dari bait ini yang membuat saya merinding kala itu.
Cerita Koas-OS-Part 2
Masih di OS, alias Oral Surgery alias Bedah Mulut alias BM..
Kali ini, saya akan lanjutkan petualangan di dunia BM pasca cerita pre-test, aplikasi klinik, dan ‘penunggu’ BM (Baca: Cerita Koas-OS-Part 1). Di BM, usai berjumpa dengan pre-test dan aplikasi klinik, kita akan ‘bermain suntik-suntikan’. Yups, permainan ini hanya boleh dilakukan oleh koas dan sesama koas di bawah pengawasan dokter. Untuk ke pasien… jangan coba-coba.
Jadi, saat itu, tibalah hari saat para anak Koas Gigi ‘main suntik-suntikan’. Believe it or not, walaupun sudah mau jadi dokter, ternyata Read the rest of this entry »
Lelaki Langit
Suka dengan kata terakhir ‘Tak mudah, namun bukan berarti tak mungkin’. Gw selalu menggunakan kata-kata ini soalnya buat motivasi.
Lelaki langit, sebut saja ia begitu. Aku pun tak tahu lagi harus menyebutnya dengan sebutan apa. Terlebih jika mengingat akhlaknya yang kian elok menurutku. Dan ku pikir, bukan hanya aku saja yang beranggapan demikian. Aku sudah kekurangan ide pula, jika ternyata memang sebutan itu terlalu berlebihan baginya. Biarlah itu menjadi penghargaan baginya.
Jujur, aku kagum padanya. Bukan karena ia lelaki dan aku perempuan. Bukan itu. Sama sekali bukan. Memang, tidak bisa dipungkiri sebagai lelaki banyak yang menilai bahwa ia memiliki kelebihan dalam segi fisik dan otak yang cerdas. Tetapi bukan itu sudut pandang yang ingin ku bahas. Kali ini lebih dari itu. Tentang perangainya yang dikenal sangat wara’ (sikap menahan diri dari perkara yang membahayakan, seperti meninggalkan perkara yang samar dalam hukum dan hekikatnya. Sikap ini mencakup menahan diri atau berhati-hati dalam memandang, berbicara, memakan, mendengar, urusan syahwat, serta jual beli).
Lihat pos aslinya 763 kata lagi