Gaung
“Bismillahirrohmanirrohim” satu sudut berkumandang
Sejenak mata memandang
Hatipun ikut mengerang
“Cepatlah Fulan, jangan sampai kau ketinggalan!”
Satu sisi yang lain dari hatipun menyerang
“Engkau riya’ wahai Fulan?”
Fulanpun menjadi bimbang
Semangatnya untuk ikut bertilawah hampir jadi kayu usang
Tapi Fulan dengan khusyuk berdoa dalam hati
Berusaha untuk memurnikan niatnya sebelum ditelan penyakit hati
“Wahai Zat Yang Maha membolak-balikkan hati, jadikanlah hanya diri-Mu yang ada di hati”
“Jauhkanlah hamba dari penyakit hati yang dapat membuat hati menjadi mati”
Di sini, dalam kesendirianku, kuteringat akan suara-suara itu
Suara yang belum kutemui di sini
Ya, suara yang Rasulullah sebut bagai “gaungan lebah”
Kau tahu apa itu?
Itu adalah suara-suara orang yang bertilawah di sepanjang malam selama bulan Ramadhon 1432H.
Empat hari tiga malam lamanya.
Rindu
Aku rindu setengah mati…. *backsound demasiv*
Aku rindu dengan kekuatan ukhuwah yang membuatku merinding di sana
Kekuatan untuk saling mengingatkan untuk mengingat Allah
Dari sana, Aku belajar mengapa Allah mengatakan bahwa semua yang diciptakan oleh-Nya ini tidak lain hanyalah untuk mengingat-Nya
Tak luput pula didalamnya pita suara yang diciptakan oleh Allah untuk manusia
Ia diciptakan bukan untuk me-ghibah,
bukan untuk memaki orang,
bukan untuk berdusta,
bukan untuk menyatakan kesenangan dalam tawa berlebihan
yang dapat mematikan hati atau hal-hal tidak terpuji lainnya.
Akan tetapi, ia diciptakan, tidak lain hanyalah untuk mengingat Allah jualah, baik dengan berdzikir, bersholawat, ataupun bertilawah.
Aku makin rindu dengan suara itu.
Ya Allah… hamba mohon pinjamkanlah kembali hamba nikmat bersuara itu ya Allah.
A…mi…n.
-Medan, 16 Agustus 2011-
– dalam suara yang besakitan-