RSS

Abi dan Sopir Angkot

01 Jun

tawa anak jalanan

Sore itu, Abi baru saja pulang dari mengajar les privat seorang anak yang akan mengikuti SNMPTN. Ketika di angkot, Abi berjumpa dengan dua orang pengamen cilik dengan rambut dicat kemerahan dan anting-anting. Pemandangan seperti itu ternyata sudah dianggap biasa oleh masyarakat di kota tempat perantauan Abi ini. Nah, kebetulan saat itu alhamdulillah si Abi sedang mendapat rezeki lebih, seseorang memberinya nasi bungkus, padahal sebenarnya ada banyak lauk di kosnya, tapi apa daya karena merasa tidak enak dengan orang yang memberinya itu, akhirnya nasi bungkus itu diterimanya juga. Nah, lantas apa hubungannya antara nasi bungkus dan dua bocah cilik ini. Oleh karena takut nantinya berbuat mubazir, Abi segera memanggil kedua pengamen cilik tersebut dan memberikan nasi tersebut kepada mereka. Melihat perbuatan Abi, sopir angkot yang ditumpanginya serta merta menegurnya.
“Eh, dek. Tak usahlah kau kasih mereka itu. Orang mereka itu suka nge-lem. Tahu kau nge-lem kan?”
Abi membalas teguran si abang sopir itu, ia merasa ini kesempatannya untuk bisa lebih mengenali seperti apa watak dan pemikiran orang-orang di luar sana, tentunya akan berbeda dengan anak-anak kampus yang selama ini dikenalinya.
“Oh, iya ya Bang. Astaghfirullah. Kok bisa ya bang? Saya rasa itu semua karena mereka kurang mendapatkan bimbingan dan pendidikan dari orang tuanya, betul ga Bang?”
Lantas si Abang sopir itu menjawab, “Wah dek, kalau kau bilang itu salah orang tuanya, Aku terus terang marah sama kau, dek”.
Waduh, kok marah pula si Abang ini, pikir Abi.
“Orang tua tak mungkin mau anaknya jelek, dek. Orang tua itu pastilah selalu menegur anaknya kalau buat salah, tapi seringkali anaknya ini yang memang bandel, ya mau diapakan lagi?”
Kayaknya si Abang ini curcol lah – -“
“Karena Aku juga orang tua, dek, jadi Aku juga merasakan. Makanya kalau kau bilang gitu, Aku marah, dek”
Jadi, kita bisa menarik kesimpulan dari kisah ini, bahwa:
1. Sopir angkot juga manusia *loh*
Artinya, apapun profesi orang tua, mau dia berpendidikan atau tidak, mereka akan memikirkan anaknya. Sopir angkot ini adalah contoh orang tua yang juga memikirkan anaknya.
2. Sebagian orang tua berpikir bahwa mereka telah melakukan yang terbaik untuk anaknya
Mungkin beberapa orang tua akan berpikir bahwa dengan mereka bekerja keras di luar sana *luar mane cuy? Luar angkasa?* mereka telah melakukan usaha untuk masa depan anaknya. Atau dengan terus-menerus menegur anak mereka yang berbuat salah, mereka juga menganggap itulah usaha terbaik yang mereka lakukan demi masa depan anaknya. Memang benar, usaha-usaha seperti itu termasuk ke dalam bentuk perhatian orang tua kepada anaknya. Akan tetapi, yang anak perlukan bukan hanya itu. Saya yakin sebagian besar anak pasti akan merasa senang jika diri mereka diperhatikan oleh orang tuanya dengan cara yang lain, misalnya dengan mengajak mereka sholat berjamaah, tilawah bersama, makan malam sambil bercerita tentang kegiatan mereka hari ini, sepertinya itu lebih menyentuh hati mereka dibanding dengan hanya sekedar teguran dan tak lupa pula seharusnya di sini harus selalu ada kontrol dari orang tua terhadap perkembangan anaknya, orang tua harus tahu kegiatan apa saja yang dilakukan oleh anaknya, dengan siapa anaknya bergaul di luar sana, dan sebagainya. Orang tua hendaklah dapat menjadi tempat pertama anak menumpahkan keluh kesahnya, bukan pada teman-temannya. Setuju ga?
3. Anak bandel? Ga tau mau diapain lagi *–?*
Nah, kata-kata ini biasanya seringkali muncul dan kita dengar dalam kehidupan kita sehari-hari. Orang tua hendaklah senantiasa sabar dalam menghadapi anaknya, apalagi jika anak tersebut belum aqil baligh alias belum dewasa, mereka tentunya belum mengerti mana yang salah dan mana yang benar. Oleh karena itu di sinilah peran orang tua untuk senantiasa memberikan bimbingan kepada anak mereka. Anak bandel itu kan biasa, kalau orang dewasa yang bandel, nah itu baru luar biasa.
NB: Tulisan ini hanya sekadar pendapat dari penulis dalam menanggapi masalah yang ada di masyarakat. Sebaiknya tulisan ini tidak dijadikan referensi bagi Anda yang membacanya, akan tetapi jika Anda ingin juga berpendapat, tafaddhol (dipersilahkan) untuk menuliskan komentar.

 
3 Komentar

Ditulis oleh pada Juni 1, 2011 inci Cerita kecil

 

3 responses to “Abi dan Sopir Angkot

  1. tapaksejarah

    Juni 2, 2011 at 12:56 am

    abi represented you
    right?

     
    • R_H_

      Juni 2, 2011 at 10:40 am

      ABI–>Ah yang Benar Itu saya? 🙂

       
  2. wibowo

    Agustus 13, 2011 at 11:34 am

    nice, keren keren

     

Tinggalkan Balasan ke wibowo Batalkan balasan